iklan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) - Perpajakan di Indonesia didasarkan pada Pasal 23A UUD 1945, dimana pajak adalah kontribusi yang dikenakan kepada seluruh Warga Negara Indonesia, warga negara asing dan warga yang tinggal secara kumulatif 120 hari di wilayah Indonesia dalam jangka waktu dua belas bulan. Indonesia memiliki stratifikasi pajak termasuk pajak penghasilan, pajak daerah dan pajak pemerintah pusat.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) |
A. Dasar Hukum PPN) dan PPNBM
- UU No. 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UU NO. 8 TAHUN 1983 TENTANG PPN & PPn BM
- UU No. 18 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UU NO. 8 TAHUN 1983 TENTANG PPN & PPn BM
- PP No. 143 Th. 2000 TENTANG PELAKSANAAN UU PPN TAHUN 2000
- PP No. 144 Th. 2000 TENTANG JENIS BARANG DAN JASA YG TDK DIKENAKAN PPN
- PP No. 145 Th. 2000 TENTANG KELOMPOK BKP YG TERGOLONG MEWAH YANG DIKENAKAN PPn BM
- PP No. 146 Th. 2000 TENTANG IMPOR/PENYERAHAN BKP & JKP TERTENTU YANG DIBEBASKAN DARI PPN
- KMK No. 547 s.d. 554 & 567 s.d 570, 575 Tahun 2000 & KMK No. 10, 11, 50 Tahun 2001
- Kep DJP No. 522 s.d. 526 & 539, 540, 546, 549 Thn 2000
B. Pengertian Akuntansi PPN dan PPnBM
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dipungut/dipotong oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang berkaitan dengan transaksi penyerahan (penjualan atau pembelian atau transaksi lainnya) barang/jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh wajib pajak badan maupun orang pribadi. Jadi setiap transaksi yang berhubungan dengan penyerahan (penjualan atau pembelian atau transaksi lainnya) barang/jasa kena pajak, maka akan dikenakan PPN atas barang/jasa tersebut. Pengenaan PPN atas transaksi tersebut biasanya diikuti dengan pembuatan Faktur Pajak.
Akuntansi PPN & PPnBM merupakan pencatatan suatu transaksi penjualan dan pembelian barang dan atau jasa yang dikenakan pajak baik PPN maupun PPnBM. Pada perusahaan dagang dan perusahaan jasa, barang atau jasa ini dianggap sebagai komoditi yang diperjual-belikan, sehingga perusahaan harus mengakui harga perolehannya berdasarkan metode akuntansi yang berlaku secara umum. Pada artikel ini akan lebih berfokus pada transaksi yang berkaitan dengan perusahaan di atas.
Suatu transaksi yang berkaitan dengan penyerahan barang kena pajak selain dipungut pajak pertambahan nilai, namun juga dipungut pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Berikut ini adalah jenis penyerahan Barang kena pajak yang dikenakan PPnBM sebagai berikut:
Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya Impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah.
Berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah oleh Pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor.
B. Penyerahan Barang/Jasa Kena Pajak
Berdasarkan UU No 18 tahun 2000 pasal 1A menyebutkan beberapa jenis transaksi yang termasuk dalam jenis penyerahan barang kena pajak. Jenis penyerahan tersebut antara lain sebagai berikut :
- Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian
- Pengalihan Barang Kena pajak oleh karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing;
- Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
- Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
- Persediaan Barang Kena Pajak dan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
- Penyerahan Barang Kena Pajak dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antar Cabang;
- Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyasi
Semua jenis transaksi di atas termasuk dalam jenis penyerahan barang kena pajak. Jadi setiap ada transaksi yang disebutkan di atas dilakukan oleh pengusaha kena pajak maka harus dipungut PPN. Di dalam akuntansi khususnya bagi perusahaan dagang maupun manufaktur, ada dua metode pencatatan persediaan yaitu metode perpetual dan metode fisik.
Metode Perpetual
Metode perpetual ini mencatat persediaan/barang kena pajak berdasarkan pada akun persediaan, sehingga mutasi persediaan setiap waktunya dapat diketahui. Ketika perusahaan membeli barang/persediaan, maka perusahaan akan mencatat :
Persediaan xxx
Kas/Hutang Dagang xxx
Ketika Barang/Persediaan tersebut dijual maka perusahaan akan mencata :
Kas/Piutang Dagang xxx
Persediaan xxx
Metode Fisik
Metode Fisik ini mencatat persediaan/barang kena pajak bukan pada akun persediaan, sehingga mutasi persediaan setiap waktunya tidak dapat diketahui. Untuk mengetahui jumlah persediaan setiap periodenya perlu dilakukan perhitungan fisik persediaan atau stock opnam. Oleh karena itu perusahaan perlu mencatat penyesuaian atas persediaan tersebut. Ketika perusahaan membeli barang/persediaan, maka perusahaan akan mencatat :
Pembelian xxx
Kas/Hutang Dagang xxx
Persediaan xxx
Harga Pokok Persediaan xxx
Ketika Barang/Persediaan tersebut dijual maka perusahaan akan mencatat:
Kas/Piutang Dagang xxx
Penjualan xxx
Harga Pokok Persediaan xxx
Persediaan xxx
Selain ada beberapa transaksi yang tergolong dalam penyerahan, ada juga beberapa transaksi yang tergolong tidak termasuk dalam penyerahan. Meskipuun transaksi ini secara perpajakan tidak dianggap sebagai penyerahan bukan berarti tidak perlu ada pencatatan. Secara akuntansi semua transaksi yang dilakukan harus dicatat sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
Transaksi tersebut diantaranya adalah:
- Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang
- Penyerahan Barang Kena pajak untuk jaminan utang piutang
- Penyerahan Barang Kena Pajak dalam hal Pengusaha Kena Pajak memperoleh ijin pemusatan tempat pajak terutang
C. Objek Pajak
Menurut Bab 3 tentang Objek Pajak pasal 4 menyebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
- Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha
- Impor Barang Kena Pajak
- Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
Ketika ada penyerahan/pemanfaatan barang/jasa kena pajak di dalam daerah pabean, maka perusahaan akan mencatat (asumsinya metode fisik):
Kas/Piutang Dagang xxx
Penjualan xxx
PPN xxx
Ketika ada pembelian barang/jasa kena pajak di dalam daerah pabean, maka perusahaan akan mencatat (asumsinya metode fisik):
Pembelian xxx
PPN xxx
Kas/Piutang Dagang xxx
Pada umumnya semua barang/jasa dikenakan pajak, namun ada pula beberapa barang/jasa yang tidak dikenakan pajak. Berikut ini adalah beberapa jenis barang yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai diantaranya adalah sebagai berikut:
- Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya
- Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak
- Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya
- Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
- Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) 21
Selain beberapa jenis barang yang tidak kena pajak pertambahan nilai, ada pula beberapa jenis jasa yang tidak dikenakan pajak pertambahan nilai diantaranya adalah sebagai berikut:
- Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik
- Jasa di bidang pelayanan social
- Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko
- Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
- Jasa di bidang keagamaan
- Jasa di bidang pendidikan
- Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan
- Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan;
- Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air;
- Jasa di bidang tenaga kerja
- Jasa di bidang perhotelan
- Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
- Jasa penyediaan tempat parkir;
- Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
- Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
- Jasa boga atau catering
Ketika perusahaan menjual barang/jasa yang tidak dikenakan pajak maka perusahaan akan mencatat:
Kas/Piutang Dagang xxx
Penjualan xxx
Ketika perusahaan menjual barang/jasa yang tidak dikenakan pajak maka perusahaan akan mencatat:
Pembelian xxx
Kas/Piutang Dagang xxx
Selain dikenakan pajak pertambahan nilai, barang yang tergolong mewah juga akan dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah. Berikut ini adalah Barang yang tergolong sangat mewah sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No 253 Tahun 2008 adalah sebagai berikut ini:
- Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00 (dua puluh milyar rupiah)
- Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah)
- Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihanya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan luas bangunan lebih dari 500m2 (lima ratus meter pcrsegi)
- Apartemen, kondominium, dll sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2 (empat ratus meter Persegi)
- Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility Vehicles (suv), multi purpose vahicls (mvp), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
Ketika perusahaan melakukan penjualan barang yang tergolong mewah ini maka perusahaan akan mencatat:
Kas/Piutang Dagang xxx
Penjualan xxx
PPN xxx
PPnBM xxx
Ketika perusahaan melakukan pembelian barang yang tergolong mewah maka perusahaan akan mencatat (asumsinya metode fisik):
Pembelian xxx PPN xxx
PPnBM xxx Kas/Piutang Dagang xxx
D. Faktur Pajak
Dasar pencatatan di dalam akuntansi adalah bukti transaksi. Bukti pemungutan pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan barang mewah adalah faktur pajak. Faktur Pajak adalah bukti pungutan Pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Ada 4 jenis Faktur Pajak, di antaranya adalah sebagai berikut:
Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang:
Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Standar adalah Faktur Pajak yang paling sedikit memuat keterangan tentang:
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
- Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
- Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
- Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
- Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
- Kode, Nomor Seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
- Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.
Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar untuk semua penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 (satu) bulan takwim kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama.
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar untuk semua penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama 1 (satu) bulan takwim kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama.
Faktur Pajak Sederhana
Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak yang dapat berbentuk:
Faktur Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak yang dapat berbentuk:
- Slip Cash Register atau Segi Cash Register yang dibuat oleh Pedagang Eceran Selain Yang Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dapat diperlakukan sebagai Faktur Pajak sederhana.
- Apabila dalam harga jual Barang Kena Pajak sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai, Slip Cash Register atau Segi Cash
- Register sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diberi keterangan “untuk Barang Kena Pajak harga sudah termasuk PPN”.
Faktur Pajak
Faktur Pajak Khusus adalah faktur pajak yang khusus digunakan untuk keperluan khusus. Contoh: PIB (Pemberitahuan Impor Barang), PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang), dll
Faktur Pajak Khusus adalah faktur pajak yang khusus digunakan untuk keperluan khusus. Contoh: PIB (Pemberitahuan Impor Barang), PEB (Pemberitahuan Ekspor Barang), dll
Berdasarkan Undang-Undang No 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM menyatakan bahwa Faktur Pajak yang berlaku adalah satu Jenis Faktur Pajak, sedangkan untuk Faktur Pajak lainnya tidak berlaku lagi.
Waktu Pembuatan Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Standar harus dibuat paling lambat:
- Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam hal pembayaran diterima setelah akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
- Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
- Pada saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
- Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau
- Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Bentuk Faktur Pajak Standar
Bentuk dan ukuran formulir Faktur Pajak Standar disesuaikan dengan kepentingan Pengusaha Kena Pajak dan dalam hal diperlukan dapat ditambahkan keterangan lain selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000. Ketentuan pembuatan Faktur Pajak standar adalah sebagai berikut :
Faktur Pajak Standar paling sedikit dibuat dalam rangkap 2 (dua) yang peruntukannya masing-masing sebagai berikut :
- Lembar ke-1, disampaikan kepada Pembeli Barang Kena Pajak atau Penerima Jasa Kena Pajak
- Lembar ke-2, untuk arsip Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar.
Keterangan dalam Faktur Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas, dan benar, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk enandatanganinya. Faktur Pajak Standar yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani merupakan Faktur Pajak Cacat yaitu Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak Cacat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak. engusaha Kena Pajak harus menerbitkan Faktur Pajak Standar dengan menggunakan Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagaimana ditetapkan oleh Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Kode Faktur Pajak Standar terdiri dari:
- 2 (dua) digit Kode Transaksi;
- 1 (satu) digit Kode Status; dan
- 3 (tiga) digit Kode Cabang.
Nomor Seri Faktur Pajak Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
- 2 (dua) digit Tahun Penerbitan; dan
- 8 (delapan) digit Nomor Urut.
Penulisan Kode dan Nomor Seri pada Faktur Pajak Standar, harus lengkap sesuai dengan banyaknya digit.
Contoh:
010.000-07.00000001, berarti penyerahan kepada Selain Pemungut PPN, Faktur Pajak Standar Normal (bukan Faktur Pajak Standar Pengganti), diterbitkan tahun 2007 dengan nomor urut 1.
E. Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif PPN ada dua macam:
- 10 % untuk semua jenis penyerahan barang/jasa kena pajak kecuali ekspor. Jumlah ini dapat berubah sesuai yang diatur dalam Peraturan Pemerintah serendahnya 5 % dan setinggi-tingginya 15 %.
- 0 % untuk ekspor. Hal ini dikarenakan tujuan pemerintah untuk meningkatkan sumber devisa Negara.
Tarif untuk PPnBm adalah:
- Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200%
- Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen)
F. Dasar Pengenaan Pajak
Untuk menghitung besarnya PPN maupun PPnBM yang terutang atau yang harus dibayar, harus diketahui dulu mengenai dasar pengenaan pajak (DPP). Ada 5 dasar pengenaan pajak, diantaranya adalah sebagai berikut:
Harga Jual
Harga jual adalah semua nilai yang berupa uang termasuk semua biaya yang dikeluarkan oleh pembeli barang kena pajak dan telah dikurangi dengan potongan penjualan yang diberikan. Harga jual yang menjadi dasar pengenaan pajak biasanya harga jual netto (artinya setelah dikurangi potongan/diskon)
Nilai Penggantian
Nilai semua nilai yang berupa uang termasuk semua biaya yang dikeluarkan oleh pembeli jasa kena pajak. Nilai ini untuk menggantikan jasa yang telah diberikan oleh pengusaha kena pajak.
Nilai Impor
Nilai impor adalah semua nilai yang berupa uang termasuk semua biaya yang dikeluarkan oleh pembeli barang kena pajak dan pungutan lain berdasarkan ketentuan perundang-undangan kepabean. Nilai impor ini dihitung dengan menjumlahkan antara Cost/Harga Barang (C), Insurance/Jaminan (I), Freight/Biaya pengiriman (F) dan biaya-biaya kepabean lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabean.
Nilai Impor = C + I + F + biaya lain
Nilai Ekspor
Nilai ekspor adalah semua nilai yang berupa uang mengenai harga produk yang diekspor tersebut atau sering disebut sebagai Harga Pokok Ekspor (HPE). Ada beberapa produk tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah seperti industri kelapa sawit.
Nilai lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Nilai lain ini ditetapkan ketika terdapat kesulitan dalam penentuan harga jual atau nilai penggantian atas produk. Dalam hal ini menteri keuangan dapat menetapkan dasar pengenaan pajaknya.
Berdasarkan Ps. 1 angka 17. Jo. KMK-567/KMK.04//2000 ada beberapa dasar pengenaa pajak berdasarkan nilai lain yang ditetapkan oleh menteri keuangan diantaranya adalah:
- Untuk pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma bkp/jkp adalah harga jual/penggantian setelah dikurangi laba kotor
- Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata
- Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil ratarata per judul film
- Untuk persediaan bkp yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang ppn atas perolehan aktiva tersebut dapat dikreditkan adalah harga pasar wajar
- Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar
- Untuk kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari harga jual
- Untuk penyerahan jasa biro perjalanan/pariwisata adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
- Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
- Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih
- Untuk penyerahan yang dilakukan oleh pkp pedagang eceran adalah 20% x jumlah seluruh penyerahan barang dagangan.
Setelah diketahui dasar pengenaan pajaknya, baru bias kita menghitung besarnya PPN atau PPnBM terutang. Ada tiga metode/ cara menghitung PPN yaitu:
Metode Langsung
Metode langsung ini dengan cara mengalikan secara langsung tarif pajak pertambahan nilai dengan dasar pengenaan pajak. Hasil perkalian ini akan menghasilkan Pajak Masukan (PPN Masukan) atau Pajak Keluaran (PPN Keluaran). Pajak Masukan dalah pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan atau impor Barang Kena Pajak. Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak.
Misalnya suatu produk harga jualnya sebesar Rp 10 juta tanpa diskon, maka besarnya PPN terutangnya sebesar : 10% X Rp 10 juta = Rp 1 juta. Jika transaksi ini adalah pembelian maka harus kita catat:
Pembelian 10,000,000
PPN Masukan 1,000,000
Kas/Piutang Dagang 11,000,000
Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung ini dengan cara mekanisme pengkreditan antara pajak masukan dan pajak keluaran. Apabila dalam suku Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besarbdaripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang berkenaan dengan enyerahan yang terutang pajak. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan unluk penyerahan yang terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Misalnya: Jika barang kena pajak yang dibeli seharga Rp 10 Juta dijual dengan harga Rp 15 Juta maka besarnya pajak yang terutang adalah:
PPN Masukan: 10% X Rp 10,000,000 = Rp 1,000,000
Dicatat:
Pembelian 10,000,000
PPN Masukan 1,000,000
Kas/Piutang Dagang 11,000,000
PPN Keluaran : 10% X Rp 15,000,000 = Rp 1,500,000
Kas/Piutang Dagang 16,500,000
PPN Keluaran 1,500,000
Penjualan 15,000,000
Maka PPN terutang adalah = PPN Keluaran – PPN Masukan
Rp 1,500,000 – Rp 1,000,000
Rp 500,000
Jadi kita akan mencatatnya:
PPN Keluaran 1,000,000
PPN Masukan 1,500,000
Hutang PPN 500,000
Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) 31
Metode Lainnya
Metode lain yang sering digunakan adalah Norma Penghitungan Penghasilan Neto baik yang belum maupun yang sudah dapat melaksanakan pembukuan. Untuk PKP pedagang eceran yaitu 2% dari total omset penjualan/penyerahan seperti yang telah dijelaskan di atas. 1. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak oleh Pedagang Eceran dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, sebesar 80% (delapan puluh persen) dikalikan dengan Pajak Keluaran. Untuk penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan Pengusaha Kena Pajak selain Pedagang Eceran, sebesar 70% (tujuh puluh persen) dikalikan dengan Pajak Keluaran. Untuk penyerahan Jasa Kena Pajak, sebesar 40% (empat puluh persen) dikalikan dengan Pajak Keluaran.
Misalnya: Toko Glory menjual pakaian untuk konsumen di Blok M Square dengan omzet penjualan setahun Rp 800 juta. Dalam menghitung penghasilan neto untuk Pajak Penghasilan Joshua pemilik Toko Glory menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Selama bulan September 2008 omzet penjualannya adalah Rp 150 juta dan membeli bahan dagangannya sebesar Rp 80 juta. Penghitungan PPN atas Toko Glory untuk bulan September 2008 adalah sebagai berikut:
Jika Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan
Peredaran Usaha Usaha = Rp 150.000.000
Pajak Keluaran 10% x Rp 150.000.000 = Rp 15.000.000
Pajak Masukan 80% x Rp 15.000.000 = Rp 12.000.000
PPN Kurang Bayar = Rp 3.000.000
Jika Menggunakan Mekanisme Umum
Peredaran Usaha Usaha = Rp 150.000.000
Pajak Keluaran 10% x Rp 150.000.000 = Rp 15.000.000
Pembelian Rp 80.000.000
Pajak Masukan 10% x Rp 80.000.000 = Rp 8.000.000
PPN Kurang Bayar = Rp 7.000.000
Dalam pengkreditan masukan dengan pajak keluaran, tidak semua pajak masukan dapat dikreditkan dengan pajak keluaran.
Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah sebagai berikut:
Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah sebagai berikut:
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha
- Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station wagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
- Perolehan barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
- Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
- Perolehan Barang Kena Pajakatas Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak
- Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukannya pemeriksaan.
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.
Contoh Kasus
PT. ABC adalah Pengusaha Kena Pajak yang bergerak di bidang Jual-beli Barang Elektronik. Berikut ini adalah transaksi selama bulan Januari 2010 sebagai berikut:
Tgl Keterangan
Membeli TV 10 unit dengan harga @ Rp 2,500,000 (belum termasuk PPN) secara kredit
Menjual TV 5 Unit dengan harga @ Rp 3,000,000 (belum termasuk PPN) secara tunai
10 Meretur TV 1 Unit yang dibeli pada tanggal 1
Menerima Faktur Retur atas penjualan tanggal 5 berupa TV 1 unit
Jawab:
Membeli TV 10 unit dengan harga @ Rp 2,500,000 (belum termasuk PPN) secara kredit (Metode Perpetual)
Harga TV = 10 X Rp 2,500,000 = Rp 25,000,000
PPN = 10% X Rp 25,000,000 = Rp 2,500,000
Persediaan 25,000,000
PPN Masukan 2,500,000
Hutang Dagang 27,500,000
Menjual TV 5 Unit dengan harga @ Rp 3,000,000 ( belum termasuk PPN) secara tunai (Metode Perpetual)
Harga TV = 5 X Rp 3,000,000 = Rp 15,000,000
PPN = 10% X Rp 15,000,000 = Rp 1,500,000
Kas 16,500,000
PPN Keluaran 1,500,000
Persediaan 15,000,000
10 Meretur TV 1 Unit yang dibeli pada tanggal 1
Harga TV = 1 X Rp 2,500,000 = Rp 2,500,000
PPN = 10% X Rp 2,500,000 = Rp 250,000
Hutang Dagang 2,750,000
PPN Masukan 250,000
Persediaan 2,500,000
Menerima Faktur Retur atas penjualan tanggal 5 berupa TV 1 unit
Harga TV = 1 X Rp 3,000,000 = Rp 3,000,000
PPN = 10% X Rp 3,000,000 = Rp 300,000
Persediaan 3,000,000
PPN Keluaran 300,000
Kas 3,300,000
Latihan
PT. ABC adalah Pengusaha Kena Pajak yang bergerak di bidang Jual-beli Barang Elektronik. Berikut ini adalah transaksi selama bulan Januari 2010 sebagai berikut:
Tgl Keterangan
Mengimpor TV 10 unit dengan harga @ $ 200 dengan Biaya Asuransi $ 20 dan biaya angkut $ 5 (Kurs saat itu Rp 10,000/$)
Toko “Jaya” memesan TV 5 Unit dengan harga @ Rp 3,000,000 ( belum termasuk PPN) dengan uang muka sebesar Rp 1,000,000.
Menjual 2 unit TV dengan harga Rp 3,000,000 secara kredit kepada Toko “Budi” dengan syarat 2/10-n/30
15 Menerima pembayaran dari Toko “Budi”
Menerima Faktur Retur atas penjualan tanggal 10 berupa TV 1 unit
Memenuhi pesanan dari Toko “Jaya” dan saat itu dibayar lunas. Buatlah jurnal atas transaksi di atas?
Demikianlah Materi tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) yang sempat kami bawakan dan jangan lupa juga untuk menyimak materi seputar Akuntansi Pajak Pengasilan Pasal 23 ( PPh 23).
Demikianlah Materi tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPNBM) yang sempat kami bawakan dan jangan lupa juga untuk menyimak materi seputar Akuntansi Pajak Pengasilan Pasal 23 ( PPh 23).