Materi akuntansi manajemen, akuntansi biaya, akuntansi keuangan, akuntansi pajak, akuntansi pemerintahan, perbankkan dan Analisis ekonomi

Thursday, February 2, 2017

Pertimbangan Kewajiban Hukum Auditor dan Etika dan Audit Propesi

iklan

Pertimbangan Kewajiban Hukum Auditor dan Etika dan Audit Propesi- Laporan keuangan organisasi merupakan salah satu sarana untuk memenuhi akuntabilitas yang dituntut oleh para stakeholders (pemerintah, kreditor, pemberi dana/penyumbang, penerima jasa, pengurus, karyawan, anggota).

Pertimbangan Kewajiban Hukum Auditor dan Etika dan Audit Propesi
Pertimbangan Kewajiban Hukum Auditor dan Etika dan Audit Propesi
Pertimbangan Kewajiban Hukum Auditor
1.     Kondisi Hukum Dalam Praktik Akuntan Publik
Kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain :
1.    Pembuatan standar akuntansi dan standar audit
2.    Pemeriksaan terhadap kertas kerja audit
3.    Pemberian sanksi

        Dengan kewenangan asosiasi yang demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat bertindak kurang independen jika terkait dengan perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang  tentang Akuntan Publik (Draf RUU AP, Depkeu, 2006)  menarik kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan Mentri Keuangan, disamping tetap melimpahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi.

Dalam RUU AP tersebut, regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar, terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP).

Disamping itu ditambahkan pula sanksi pidana kepada Akuntan Publik palsu (atau orang yang mengaku sebagai akuntan publik) dan kepada Akuntan Publik yang melanggar penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi kepentingan publik melalui peningkatan independensi  auditor dan kualitas audit.

2.     Perbedaan antara Kegagalan Bisnis, Kegagalan Audit dan Risiko Audit
  Banyak profesional akuntansi dan hukum yakin bahwa penyebab utama tuntutan hukum kepada kantor akuntan publik adalah kurangnya pemahaman para pemakai laporan keuangan atas dua konsep.

Kegagalan Bisnis (business failure) terjadi apabila bisnis tersebut tidak mampu apabila peminjam tidak mampu mnengembalikan pinjamannya atau memenuhi harapan para investor karena keadaan ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam industri itu.

Kegagalan Audit (audit failure) terjadi apabila kantor mengeluarkan pendapat audit yang tidak benar karena gagal memenuhi persyaratan standar audit. Contohnya adalah kantor yang menugaskan asisten yang tidak memenuhi syarat untuk melaksanakan tugas audit tertentu, dimana mereka gagal menemuka salah saji yang material dalam catatan klien yang seharusnya dapat ditemukan oleh auditor yang memenuhi syarat.

Risiko Audit merupakan kemungkinan  bahwa auditor akan menyimpulkan, setelah melaksanakan audit yang memadai, bahwa laporan keuangan telah dinyatakan secara wajar, sedangkan dalam kenyataannya mengandung salah saji yang material. Risiko audit tidak dapat dielakkan, karena auditor mengumpulkan bukti hanya atas dasar pengujian dan karena kecurangan yang disembunyikan dengan baik sangat sulit dideteksi. Seorang auditor mungkin saja menaati seluruh standar auditing, namun masih gagal mengungkapkan salah saji yang material akibat kecurangan.

3.     Konsep Hukum yang Mempengaruhi Kewajiban
1)    Konsep orang yang bijak
Ada kesepakatan antara profesi akuntan dan pengadilan bahwa auditor bukan penjamin atau penerbit laporan keuangan. Auditor hanya diharapkan untuk melakukan audit dengan kemahiran, dan tidak diharapkan benar 100%. Standar kemahiran (due care) disebut sebagai konsep orang bijak.

2)    Kewajiban atas tindakan pihak lain
Para partner mungkin juga bertanggungjawab atas pekerjaan orang yang mereka andalkan menurut UU keagenan. Tiga kelompok auditor yang mungkin diandalkan para karyawan, kantor akuntan publik lain yang ditugaskan untuk melakukan sebagian pekerjaan, dan para spesialis yang dihubungi  untuk menyediakan informasi teknis. Jika seorang karyawan melaksanakan audit yang tidak memadai, partnernya daapat ikut bertanggungjawab atas kenerja itu.

3)    Tidak adanya komunikasi istimewa
Akuntan publik tidak berhak menyembunyikan informasi dari pengadilan dengan menyatakan bahwa informasi itu rahasia. Diskusi rahasia antara klien dan auditor tidak dapat disembunyikan dari pengadilan.

4.     Kewajiban Akuntan Terhadap Klien ataupun Pihak Ketiga
  Sumber tuntutan hukum yang paling umum terhadap kantor akuntan publik adalah dari klien. Kewajiban yang umum  akibat tuntutan hukum klien melibatkan klaim bahwa auditor tidak dapat menemukan pencurian oleh karyawan akibat kelalaian dalam melaksanakan audit. Masalah utama dalam kasus yang melibatkan dugaan kelalaian biasanya adalah tingkat kemahiran yang diperlukan.

Kantor akuntan publik biasanya menggunakan satu atau kombinasi dari empat pembelaan bila ada tuntutan hukum oleh klien, yaitu tidak ada tugas yang harus  dilaksanakan, jasa berarti bahwa kantor akuntan publik mengklaim bahwa kontrak yang tersirat ataupun yang dinyatakan secata jelas. Pelaksanaan kerja tanpa kelalaian (nonegligent performance). Ketiadaan hubungan timbal balik (sebab-akibat).

Kasus utama yang mengawali kewajiban terhadap pihak ketiga adalah ultramares corporation vs touche. Kasus ini membentuk suatu doktrin yaitu doktrin ultramares. Pengadilan telah memperluas doktrin ultramares untuk mengizinkan pemulihan oleh pihak ketiga dalam banyak situasi dengan memperkenalkan konsep foreseen users, yang merupakan anggota dari golongan pemakai terbatas yang mengandalkan laporan keuangan.

Meskipun konsep foreseen users dapat langsung diterapkan, pengadilan telah membuat beberapa interpretasi yang berbeda. Tiga pendekatan utama yang diberlakukan adalah credit alliance, restatement of torts, dan foreeseble users.

5.     Tanggungjawab Terhadap Kerahasiaan
  Auditor harus mampu menjaga kerahasiaan atas informasi yang diperoleh dalam melakukan audit, walaupun keseluruhan proses audit mungkin harus dilakukan secara terbuka dan transparan.

Dalam prinsip kerahasiaan ini, auditor dilarang menggunakan informasi yang dimiliki untuk kepentingan pribadinya, misalnya untuk memperoleh keuntungan finansial.

Prinsip kerahasiaan tidak berlaku dalam situasi-situasi berikut :
1.    Pengungkapan yang diijinkan oleh pihak yang berwenang
2.    Pengungkapan yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
3.    Pengungkapan untuk kepentingan masyarakat yang dilindungi oleh undang-undang

Bila auditor memutuskan untuk mengungkapkan informasi karena situasi diatas, terdapat tiga hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
a.    Fakta-fakta yang diungkapkan telah mendapat dukungan bukti yang kuat atau adanya pertimbangan profesional penentuan jenis pengungkapan ketika fakta-fakta tersebut tidak didukung dengan bukti yang kuat
b.    Pihak-pihak yang menerima informasi adalah pihak yang ttepat dan memiliki tanggungjawab untuk bertindak atas dasar informasi tersebut
c.    Perlunya nasihat hukum yang profesional atau konsultasi dengan organisasi yang tepat sebelum melakukan pengungkapan  informasi

Etika dan Audit Propesi
1.  Perilaku etis dan perilaku tidak etis bagi perorangan, profesional dan konteks bisnis
  Etika dapat didefinisikan secara luas sebagai prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai. Para filsuf, organisasi keagamaan dan kelompok lainnya telah mendefinisikan etika dalam berbagai prinsip moral atau nilai-nilai yang ideal. Merupakan hal yang umum bila setiap orang memiliki perbedaan dalam prinsip moral dan nilai serta kepentingan relatif yang terkait dengan prinsip-prinsip tersebut.

Enam nilai etika utama menurut Josephson Institute terkait dengan perilaku etis :

a.    Dapat dipercaya (Trustwoethiness)
b.    Rasa hormat (Respect)
c.    Tanggungjawab (Responsibility)
d.    Kewajaran (Fairness)
e.    Kepedulian (Caring)
f.     Kewarganegaraan (Citizenship)


  Kebanyakan orang mendefinisikan perilaku tidak etis sebagai perilaku menyimpang dari apa yang mereka yakini sebagai perilaku yang patut dalam lingkungan mereka. Masing-masing menentukan bagi diri sendiri mana yang merupakan perilaku tidak etis , baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.

Ada dua alasan utama yang menjadi penyebab orang berperilaku tidak etis yaitu standar etika orang tersebut berbeda dari etika masyarakat secara umum atau orang tersebut memilih untuk berperilaku egois, seringkali keduanya muncul menjadi penyebab perilaku tidak etis.

2.     Dilema Etika
Dilema etika merupakan situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana ia harus membuat keputusan mengenai perilaku yang patut. Para auditor, akuntan dan pebisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis mereka. Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan dilema etika, namun kehati-hatian tetap diperlukan untuk menghindari metode yang membenarkan perilaku tidak etis.

Berikut ini metode pembenaran yang umumnya digunakan yang akan mengakibatkan munculnya perilaku tidak etis adalah semua orang melakukannya, jika ini legal, maka ini etis, kemungkinan terbongkar dan konsekuensi.

Enam langkah pendekatan sederhana untuk menyelesaikan dilema etika, antara lain :
a.    Memperoleh fakta-fakta yang relevan
b.    Mengidentifikasi masalah etika yang muncul dari fakta-fakta tersebut
c.    Memutuskan siapa yang akan terkena dampak dari dilem tersebut dan bagaimana setiap orang atau kelompok dapat terkena dampaknya
d.    Mengidentifikasi alternatif tersedia bagi individu yang harus menyelesaikan dilema
e.    Mengidentifikasi konsekuensi yang mungkin muncul dari setiap alternatif
f.     Memutuskan tindakan yang tepat

3.     Pentingnya Etika Dalam Profesi Akuntansi
     Para profesional diharapkan memiliki kepatutan dalam berperilaku yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan orang pada umumnya. Istilah profesional berarti tanggungjawab secara individu dan ketentuan dalam peraturan dan hukum masyarakat.

Seorang akuntan publik, sebagai seorang profesional, harus menyadari adanya tanggungjawab pada publik, pada klien, dan pada sesama rekan praktisi, termasuk perilaku yang terhormat, bahkan jika hal tersebut berarti harus melakukan pengorbanan atas kepentingan pribadi. Bagi akuntan publik, merupakan hal yang penting bahwa klien dan pihak-pihak eksternal pengguna laporna keuangan untuk memiliki kepercayaan dalam kualitas audit dan jasa lainnya yang diberikan oleh akuntan publik tersebut.

4.     Tujuan dan Isi Kode Perilaku Profesional dari AICPA
Kode etik IAPI terdiri dari tiga bagian, ditambah sebuah bagian yang berisi definisi-definisi penting, yang meliputi bagian-bagian berikut :


1.    Bagian A : Penerapan umum atas kode etik
Lima prinsip yang harus diterapkan auditor adalah
a.    Integritas
b.    Objektivitas
c.    Kompetensi profesional dan kecermatan
d.    Kerahasiaan
e.    Perilaku profesional

Ancaman, umumnya muncul karena kepentingan pribadi, penelaahan pribadi, advokasi, kesepahaman, dan intimidasi. Pengamanan, hal yang terkait dengan pengamanan antara lain profesi, legislasi, dan regulasi serta lingkungan kerja.

Resolusi Konflik,  kode etik mendukung proses penyelesaian konflik etika yang konsisten.

2.    Bagian B : Anggota dalam praktik publik
3.    Bagian C : Anggota dalam bisnis

5.     Independen, Integritas dan Objektifitas Dalam Hubungannya Dengan Kode Etik
     Independensi dalam audit berarti mengambil sudut pandang yang tidak bias dalam melakukan pengujian audit, evaluasi atas hasil pengujian, dan penerbitan laporan audit. Sebagian besar persyaratan independensi IAPI sesuai dengan persyaratan independensi Bapepam-LK.

Namun, karena kode etik tersebut senderung bersifat principles based maka kode etik IAPI dan Bapepam-LK  saling melengkapi satu sama lain. Independen dalam kenyataan muncul ketika auditor benar-benar mampu menjaga sikap mental independen selama melaksanakan pengauditan, sedangkan independen dalam penampilan merupakan hasil dari interprestasi orang-orang terhadap independensinya ini. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk jujur dan berterusterang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.

Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kacurangan dan ketiadaan prinsip. Sebagai tambahan untuk waspada dalam melakukan audit dan berhubungan dengan klien, independensi auditor dan integritas audit bisa ditingkatkan dengan penggunaan komite audit, rotasi auditor, dan  perlindungan kertas kerja. Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai suatu jasa yang diberikan anggota. Prinsip  objektivitas mengharuskan anggota untuk adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada dibawah pengaruh pihak lain.


Demikian yang dapatkami sampaikan semogan bermanfaat. Amin………

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Pertimbangan Kewajiban Hukum Auditor dan Etika dan Audit Propesi

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Loading...
Loading...