iklan
Sumber Hukum Islam Dalam Akuntansi Syariah- Sumber
hukum islam merupakan dasar atau referensi untuk menilai apakah perbuatan
manusia sesuai dengan syariha (ketentuan yang telah digariskan oleh ALLAH SWT)
atau tidak. Sumber hukum islam yang telah disepakati jumhur (kebanyakan) ulama
ada 4 (empat), yaitu Al-Quran, As-Sunnah, Ijmak, dan Qiyas, sebagaimana
tertuang dalam (Qs 4:59).
Sumber Hukum Islam Dalam Akuntansi Syariah |
“Hai
orang-orang beriman taatlah Allah dan taatilah rasul dan ulil amri (pemegang
kekuasaan). Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunahnya) jika kamu beriman
kepada allah dan hari kemudian, yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.”
Urutan
prioritas pengambilan sumber hukum antara Al-Quran, As-Sunnah, Ijmak, dan Qiyas
ialah apabila terdapat suatu kejadian memerlukan ketetapan hukum, pertama-tama
hendaklah dicari terlebih dahulu di dalam Al-Quran. Kalau ketetapan hukumnya
sudah ada di dalam al-quran, ditetapkanlah hukumnya sesuai dengan ketentuan
dalam Al-Quran tersebut.
Apabila
rujukan untuk ketetapan hukum itu tidak ditemukan dalam Al-Quran, barulah
beralih meneliti As-Sunah. Bila rujukan ditemukan di dalam As-Sunah, maka hukum
ditetapkan sesuai dengan ketentuan dalam As-Sunah itu.
1.
Al-Quran
Al-Quran
ialah kalam Allah (kalaamullah – QS 53:4) dalam bahasa arab sebagai sebuah
mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui utusan Allah Malaikat
Jibril a.s untuk digunakan sebagai pedoman hidup bagi manusia dalam menggapai
kebahagian hidup di dunia dan di akhirat. Kalam adalah sarana untuk menerangkan
sesuatu berupa ilmu pengetahuan, nasihat, atau berbagai kehendak, lalu
memberitahukan perkara itu kepada orang lain.
Ayat-ayat
yang turun di Madinah, mengandung hukum-hukum fikih, aturan pemerintahan,
aturan keluarga, serta aturan tentang hubungan antara orang-orang muslim dan
non muslim yang menyangkut perjanjian dan perdamaian. Saat itu, Daulah
Isalamiyah telah terbentuk lengkap dengan aparat pemerintahannya, sehingga
masyarakat siap dan mampu untuk memfungsikan hukum-hukum tersebut.
Berdasarkan
keterangan diatas, maka kita ketahui bahwa Al-Quran tidak turun secara lengkap
melainkan secara berangsur-angsur. Ada dua alasan mengapa Al-Quran diturunkan
secara berangsur-angsur, yaitu :
1. Untuk
meguatkan hati, berupa kesenangan rohani agar Nabi selalu tetap merasa senang
dalam berkomunikasi dengan Allah, dan menghujamkan Al-Quran serta
hukum-hukumnya di dalam jiwa Nabi dan jiwa manusia umumnya, sekaligus
menjelaskan jalan untuk memahaminya. Disebut menguatkan hukum, karena Al-Quran
diturunkan tepat pada waktu diperlukannya keterangan hukum. Ketika terjadi
kasus/permasalahan, pada saat itu pula Al-Quran turun menerangkan
hukumnya, sehingga kehadiran hukum di sini tepat pada saat-saat dibutuhkan.
2. Untuk
menartilkan (membaca dengan benar dan pelan0 Al-Quran, kondisi untuk saat
Al-Quran diturunkan adalah ummiy, yaitu tidak dapat membaca dan menulis,
sementara Allah SWT menghendaki Al-Quran dapat dihafal dan diresapi agar secara
berkesinambungan tetap terpelihara keasliannya sampai hari kiamat.
Fungsi Al-Quran
Fungsi Al-Quran (zahroh, 1909).
a) Al-Quran
sebagai pedoman hidup (QS 45:20). Bukti nyata bahwa kita telah menjadikan
Al-Quran sebagai pedoman hidup telah dicontohkan oleh Rasulullah dan sahabat,
yaitu dengan membaca dan menghafalnya, memahami dan medaburkan, serta
merealisasikan nilai-nilainya dalam amal nyata.
1) Membaca
Al-Quran dilakukan setiap hari dalam bentuk bacaan shalat dan wirid Al-Quran.
2) Memahami
dan menadaburi Al-Quran adalah penghayatan yang disertai dengan memahami makan
yang terkandung dibalik setiap ayat Al-Quran sehingga menghasilkan motivasi
yang kuat untuk mengamalkannya.
3) Merealisasikan
nilai-nilai Al-Quran dalam amal nyata merupakan puncak pengamalan Al-Quran yang
memiliki nilai tertinggi di mata Allah SWT.
b) Al-Quran
sebagai rahmat bagi alam semesta (QS 10:57 dan QS 17:82), karena Al-Quran akan
melahirkan iman dan hikmah kepada manusia yang mengimaninya, sehingga manusia
akan cenderung kepada kebaikan dalam berinteraksi dengan Tuhan, sesama manusia
dan alam sehingga Allah SWT berkenan mencurahkan rahmat-NYA bagi semesta alam.
c) Al-Quran
sebagai cahaya petunjuk (QS 45:52 dan QS 2:2-185)
d) Al-Quran
sebagai peringatan (QS 18:2). Al-Quran senantiasa memberikan peringatan kepadda
manusia karena sifat manusia yang pelupa dalam berbagai hal
e) Al-Quran
sebagai penerang dan pembeda (QS 2:185, QS 3:138, dan QS 35:69). Al-Quran
memberikan keterangan dan penjelasan kepada manusia tentang banyak hal.
f) Al-Quran
sebagai pelajaran (QS 10:57 dan QS 69:48). Al-Quran diturunkan agar dapat
digunakan sebagai pelajaran bagi manusia, karena manusia senantiasa
memerlukannya agar tetap beradda dalam jalur yang benar terkait dengan tujuan
penciptaannya.
g) Al-Quran
sebagai sumber ilmu (QS 96:1-5)
h) Al-Quran
sebahai hukum (QS 13:37). Al-Quran menjelaskan hukum-hukum syariah untuk
kemaslahatan hidup manusia berupa hal-hal yang dihalalkan dan diharamkan oleh
Allah SWT.
i) Al-Quran
sebagai obat penyakit jiwa (QS 10:57). Al-Quran dapat berfungsi sebagai obat
untuk menyembuhkan penyakit-penyakit
yang ada dalam hati manusia, seperti syirik, sombong, congkak, ragu, malas, dan
sebagainya.
j) Al-Quran
sebagai pemberi kabar gembira (QS 16:102). Al-Quran banyak menceritakan kabar
gembira kepada orang yang beriman kepadan dan menjalani kehidupan sesuai
ketentuan Allah SWT.
k) Al-Quran
sebagai pedoman melakukan pencatatan (QS 2:282-283). Al-Quran memerintahkan
manusia untuk mencatat transaksi bukan tunai dan menghadirkan saksi-saksi yang
jujur pada transaksi seperti itu.
Mukjizat Al-Quran
Al-Quran sebagai mukjizat yang hebat, teatp
dan kekal sepanjang masa, telah diakui oleh para cendekiawan pada masa lalu dan
sekarang.
1. Keindahan
seni bahasa Al-Quran tidak hanya diakui oleh kalangan sastrawan Arab saja,
tetapi diakui pula oleh Ahli yang pernah mendalami dan mengkaji ilmu bayan
dalam bahasa Arab. Allah menantang manusia dan jin untuk membuat sesuatu yang
serupa dengan Al-Quran. Al-Quran kemudian menjawab sendiri bahwa sekalipun
manusia dan jin berkumpul dan berkolaborasi, mereka tidak akan pernah mampu
membuat yang serupa dengan Al-Quran (QS 17:88).
2. Kebenaran
pemberitahuan Al-Quran tentang keadaan yang terjadi pada abad-abad yang
silam-kisah kaum ‘Ad dan Tsamud, kaum Luth, dan Kaum Nuh, kaum Nabi Ibrahim,
tentang Musa beserta kaumnya, kasus Fir’aun, tentang Maryam dan kelahirannya,
kelahiran Yahya, kelahiran Isa Al-Masih dan sebagainya, yang semuanya benar,
sesuai dengan kebenaran rasional (QS 14:9).
3. Pemberitaan
Al-Quran tentang hal-hal yang akan terjadi pada masa datang juga merupakan
kebenaran yang tidak terbantahkan. Misalnya, pemberitaan Al-Quran mengenai
kekalahan bagsa Persia setelah lebih dulu bangsa Romawi kalah (QS 30:1-5).
4. Kandungan
Al-Quran banyak memuat informasi tentang ilmu pengetahuannya yang tidak mungkin
diketahui oleh seorang ummiy yang tidak pandai membaca dan menulis, dan tidak
ada suatu perguruan atau lembaga pendidikan yang mengajarkannya saat /al-Quran
diturunkan. Misalnya, Al-Quran menjelaskan realitas ilmiah tentang kejadian
langit dan bumi, seperti dinyatakan bahwa langit dan bumi itu dulunya berasal
dari satu gumpalan, kemudia terjadi ledakan yang membuatnya terpecah-pecah
menjadi beberapa planet (QS 21:30)
Al-Quran sebagai sumber
hukum
Al-Quran dijadikan sebagai sumber hukum yang
utama, karena Al-Quran berasal dari Allah SWT yang Maha Mengetahui apa yang
terbaik bagi manusia dalam menata kehidupannya sehingga selamat di dunia dan
akhirat. Al-Quran memuat seluruh aspek hukum terkait dengan akidah, syariah dan
akhlak serta terjaga keaslian dan keotentikannya.
Al-Quran menyuruh untuk menghadirkan saksi
yang jujur pada akad transaksi (QS 2:282) dan jika akad tersebut ditangguhkan
pembayarannya maka hendaklah ditulis untuk menghindarkan perselisihan di
kemudian hari.
Al-Quran juga mengattur mengenai hukum
keluarga antara lain berupa penjelasan tentang pernikahan, mahram, perceraian,
macam-macam ‘iddah dan tempatnya, pembagian harta pusaka dan sebagainya.
Pengaturan mengenai hukum pidana juga diatur
dalam Al-Quran. Hukum pidana atas kejahatan yang menimpa seseorang adalah dalam
bentuk qishash yang didasarkan atas persamaan antara kejahatan dan hukuman.
Diantara jenis hukum qishash pembunuh, qishash anggota bidan dan qishash dari
luka. Dalam menetapkan hukum pidana. Al-Quran senantiasa memerhatikan empat
hal, yaitu: (Abu Zahroh, 1909)
a) Melindungi
jiwa, akal, harta benda dan keturunan;
b) Meredam
kemarahan orang yang terluka, lantaran ia dilukai;
c) Memberikan
ganti rugi kepada orang yang terlukan atau keluarganya;
d) Menyesuaikan
hukuman denga pelaku kejahatan, yakni bila pelaku kejahatan tersebut orang yang
terhormat, maka hukumannya menjadi berat, dan jika pelaku kejahatan tersebut
orang rendahan, maka hukumannya menjadi ringan.
Bahkan pengaturan dalam melakukan muamalah
dengan nonmuslin juga diatur dalam Al-Quran. Al-Quran membagi orang kafir
menjdai tiga bagian (Abu Zahroh, 1999), yaitu:
a) Kafir
dzimmy dan mu’ahad yaitu kafir yang telah mengikat perjanjian, sehingga Allah SWT
memerintahkan untuk bergaul dengan mereka sebagai sesama muslim;
b) Kafir
musta’mam yaitu kafir yang dianggap aman/tidak membahayakan, sehingga darah dan
harta benda mereka haram sepanjang mereka masih tetap memegang teguh
perjanjian;
c) Kafir
harby(musuh), dimana Allah SWT tetap memberikan hak-hak yang harus dihormati
atas harkat dan martabat kemanusiaan, hak persaudaraan kemanusiaan (ukhuwah
insaniyah), hak keadilan, hak perlakuan sepadan dengan memerhatikan
keutamaan/kemasalahan.
Dari tuntunan tersebut diketahui bahwa Islam
memperlakukan nonmuslim sangatlah adil. Sekaligus juga membuktikan Al-Quran
memang seuatu bentuk pedoman yang sangat lengkap dan bersifat universal.
2.
As-Sunah
As-Sunah
ialah ucapan, perbuatan serta ketetapan-ketetapan Nabi Muhammad saw yang
merupakan sumber hukum islam kedua setelah Al-Quran. Dalam banyak hal, Al-Quran
baru menjelaskan prinsip-prinsip umum bersifat global dan universal. Oleh
karena itu, salah satu fungsi As-Sunah adalah untuk menjelaskan dan menguraikan
secara lebih terinci prinsip-prinsip yang telah disebutkan dalam Al-Quran
dengan contoh-contoh aplikatif.
Selain
itu As-Sunah bisa juga membatasi ketentuan Al-Quran yang bersifat umum dan
bahkan bisa menetapkan hukum yang tidak ada dalam Al-Quran. Berita tentang
ucapan, perbuatan serta ketetapan-ketetapan Nabi Muhammad saw disebut hadist.
Sebuah hadist= mengandung 3 (tiga) elemen yaitu rawi, sanad, matan. Rawi adalah
orang yang menyampaikan atau menuliskan hadis yang didengarnya dari seorang
atau dari gurunya.
Sanad
adalah urutan para rawi yang menyampaikan hadis, mereka yang mengantarkan kita
sampai kepada matan atau teks hadis. Berbeda dengan Al-Quran yang telah ditulis
pada masa Nabi, hadis lebih banyak dihafal daripada ditulis. Bahkan pada
awalnya, rasul melarang para sahabat untuk mencatat hadis, karena khawatir
tercampur dengan Al-Quran. Izin penulisan hadis hanya diberikan kepada sahabat
tertentu seperti Abdullah bin Amr, Rasul juga meminta orang yang mendengarkan
hadis untuk menyampaikna dengan teliti dan jujur kepada orang lain.
Kendati
sudah ada catatan-catatan hadis yang ditulis beberapa sahabat, penulisan hadis
secara khusus baru dimulai pada awal abad ke 2 H. Untuk menjaga hadis dari
kebohongan dan pemalsuan dalam periwayatannya para ulama merumuskan syarat-syarat
penerimaaan hadis, baik yang berhubungan denga riwayatnya maupun isi hadis itu
sendiri.
Periwayatan Hadis
Dalam
segi jumlah perawinya yang bersambung mata rantainya, ulama mengelompokkan
hadis menjadi tiga, yaitu:
1. Hadis
Mutawatir, ialah hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah orang yang tidak
terhitung jumlahnya dan mereka tidak mungkin bersepakat berbohong dengan perawi
yang sama banyaknya hingga sanadnya bersambung kepada Nabi Muhammad saw.
2. Hadis
Masyhur, ialah hadis yang diriwayatkan dari Nabi, oleh seorang, dua orang atau
lebih sedikit dari kalangan sahabat, atau diriwayatkan dari sahabat, oleh
seorang atau dua orang perawi kemudian setelah itu tersebar luas hingga
diriwayatkan oleh orang banyak yang tidak mungkin bersepakat bohong.
3. Hadis
Ahad atau khabar Khasshah menurut Imam Syafi’i ialah setiap hadis yang
diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh seorang, dua orang atau sedikit lebih
banayak dan belum mencapai syarat hadis Mashur. Sunah ahad ini dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu:
a. Hadis
shahih ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil dan sempurna
ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah, tidak mempunyai
cacat.
b. Hadis
hasan ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil tetapi kurang
ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah, tidak mempunyai
cacat dan tidak berlawanan dengan orang yang lebih terpecaya.
c. Hadis
dha’if ialah hadis yang tidak memenuhi syarat-syarat Hadis shahih dan Hadis
hasan.
Dengan
beragamnya tingkatan hadis seperti di atas, seorang muslim ketika hendak
berpedoman pada Hadis harus memerhatikan kesalihannya dan tidak bertentangan
dengan Al-Quran. Di Indonesia, komplasi hadis shahih yang sering dijadikan
rujukan adalah hadis shahih riwayat Bukhari dan Muslim.
Fungsi As-Sunah
As-Suanah
berfungsi sebagai penopang dan penyempurna Al-Quran dalam menjelaskan
hukum-hukum syar’. Oleh karena itu, Imam Syafi’i dalam menerangkan Al-Quran dan
As-Sunah tidak menguraikan secara terpisah. Keduanya merupakan satu kesatuan
dalam kaitannya dengan kepentingan istidlal dan dipandang sebagai sumber pokok
yang satu, yakni nash. Keduanya saling menopang secara sempurna dalam
menjelaskan hukum.
Fungsi
As-Sunah, antara lain:
1. Menguatkan
hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Quran
2. Memberikan
keterangna ayat-ayat Al-Quran dan menjelaskan rincian ayat-ayat yang masih
bersifat umum.
3. Membatasi
kemutlakannya
4. Menakhsiskan/mengkhususkan
keumumannya
5. Menciptakan
hukum baru yang tidak ada di dalam Al-Quran
As-Sunah sebagai sumber hukum
Ketaatan kepada Allah SWT harus
diikuti dengan ketaatan kepada Rasul. Sebaliknya, ketaatan kepada Rasul harus
diikuti pula dengan ketaatan kepada Allah SWT, sehingga keduanya merupakan dua
hal yang tidak dapat dipisahkan.
Rasulullah saw telah memberikan
contoh dan teladan, bagaimana cara shalat yang benar, bagaimana masuk kamar
mandi, bagaimana keluar kamar mandi, bagaimana bergadang, bagaimana makan,
bagaimana memimpin perang, bagaimana menjadi kepala negara yang baik bahkan
juga bagaimana menjadi suami dan kepala rumah tangga yang baik.
Konsekuensi ketaatan kepada Rasul
adalah dengan mengimani dan membenarkan apa yang dikabarkannya, mengagungkan
dan membelanya, memperbanyak shalawat, serta menghidupkan sunahnya. Oleh karena
itu, seorang muslim perlu melengkapi rujukan sumber hukum Al-Quran sebagai
rujukan utama dengan As-Sunah.
3.
Ijmak
Ijmak
adalah kesempatan para mujtahid dalam suatu masa setalah wafatnya Rasulullah
saw, terhadap hukum syara’ yang bersifat praktis, dan merupakan sumbee hukum
isalam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunah. Dalil yang menjadi dasar Ijmak
adalah sabda Rasulullah saw yang berbunyi:
“apa
yang dipandang oleh kaum muslimin baik, maka menurut pandangan Alllah SWT juga
baik”.
“umatku
tidak akan bersepakat atas perbuatan yang sesat”.
“ingatlah
barangsiapa yang ingin menempati surga, maka bergabunglah (ikutilah) jama’ah.
Karena syaithan adalah bersama orang-orang yang menyendiri. Ia akan lebih jauh
dari dua orang daripada dari seorang yang menyendiri”. (H.R. Umar bin Khatthab)
Jumhur
ulama berpendapat, bahwa alasan dapat ddipergunakannya Ijmak sebagai sumber
hukum Islam adalah sebagai berikut (Abu Zahrah, 1999):
1. Hadis-hadis yang menyatakan bahwa umat
Muhammad tidak akan bersepakat
terhadap
kesesatan, apa yang menurut pandangan kaum muslimin baik, maka menurut Allah
SWT juga baik, oleh karena itu, amal perbuatan para sahabat yang telah
disepakati dapat dijadikan argumentasi (hujjah).
2. Mengikuti jalan akidah orang bukan
mukmin adalah haram, karena menentang Allah SWT dan Rasul dan diancam neraka
jahanam. Mengikuti pendapat orang mukmin berati mengikuti sesuatu yang
ditetapkan berdasarkan ijmak. Dengan demikian, ijmak dapat dijadikan hujjah
yang dapat digunakan untuk menggali hukum syara’ dari nash-nash syara’.
Tingkatan Ijmak
Menurut
Imam Syafi’i tingkatan ijmak adalah sebagai berikut:
1. Ijmak Sharih ialah jika engkau atau
salah seorang ulama mengatakan, “hukum ini telah disepakati”. Maka niscaya
setiap ulama yang engkau temui juga mengatakan seperti apa yang engkau katakan.
2. Ijmak Sukuti ialah sesuatu pendapat
yang dikemukakan oleh seorang mujtahid, kemudian pendapat tersebut telah
diketahui oleh para mujtahid yang hidup semasa dengan mujtahid di atas, akan
tetapi tidak ada seorangpun yang mengingkarinya.
3. Ijmak pada Permasalahan Pokok, jika
para ahli fikih yang hidup dalam satu masa berbeda dalam berbagai pendapat,
akan tetapi bersepakat dalam hukum yang pokok, maka seseorang tidak boleh
mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan pendapat-pendapat mereka.
Terjadinya Ijmak
Para fuqaha tiddak sepakat tentang terjadinya Ijmak kecuali
ijmak para sahabat, sehingga ada sebagian fuqaha yang menganggap ijmak yang
dapat dijadikan sebagai sumber hukum hanya ijmak yang berasal dari sahabat
karena ijmak ini berdasarkan hukum-hukum syara’ yang telah ditetapkan secara
mutawattir sehingga tidak ada seorang pun yang menolaknya. Sedangkan sebagian
fuqaha lainnya menganggap bahwa ijmak dapat terjadi pada ijmak para sahabat dan
ijmak dari bukan para sahabat.
Untuk menyikapi perbedaan tersebut, yang perlu diketahui
bahwa ijmak adalah hujjah yang bersifat qath’i (tegas dan jelas). Oleh karena
itu, ijmak dari bukan para sahabat harus didasarkan atas hadis yang
diriwayatkan secara mutawattir agar sanadnya menjadi qath’i. Hal ini agar
sejalan dengan hukum yang akan disepakati dan juga bersifat qath’i.
Faktor-faktor yang harus terpenuhi sehingga ijmak dapat
dijadikan sebagai sumber hukum adalah sebagai berikut.
1. Pada
amasa terjadinya peristiwa itu harus ada beberapa orang mujtahid.
2. Kesepakatan
itu haruslah kesepakatan yang bulat.
3. Seluruh
mujtahid menyetujui hukum syara’ yang telah mereka putuskan itu dengan tidak
memandang negara, kebangsaan dan golongan mereka.
4. Kesepakatan
itu diterapkan secara tegas terhadap peristiwa tersebut baik lewat perkataan
maupun perbuatan.
Sedangkan untuk menjadi mujtahid harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut. (Yahya & Fatchurrahman, 1997):
1)
Menguasai
ilmu bahasa arab dengan segala cabangnya.
2)
Mengetahui nash-nash Al-Quran perihal
hukum-hukum syariat yang dikandungnya, ayat-ayat hukum, cara mengeluarkan hukum
dari Al-Quran.
3)
Mengetahui nas-nash Al-Quran yaitu mengetahui
hukum syariat yang didatangkan oleh Al-Hadis dan mampu mengeluarkan hukum
perbuatan orang mukalaf dari padanya.
4)
Mengetahui maqashidus syar’iah (tujuan
syar’iah), tingkah laku dan adat kebiasaan manusia yang mangandung maslahat dan
kemudaratan.
Ijmak adalah salah satu sumber hukum dalam islam setelah
Al-Quran dan As-Sunah, cara penetapan hukumnya bukanlah hal yang mudah karena
ada kriteria yang harus dipenuhi agar hasil dari Ijmak dapat dijadikan sebagai
pedoman.
4.
Qiyas
Qiyas
menurut bahasa ialah pengukuran seseuatu dengan yang lainnya atau penyamaan
sesuatu dengan sejenisnya. Sedangkan menurut terminologi , definisi qiyas
secara umum adalah suatu proses penyingkapan kesamaan hukum suatu kasus yang
tidak disebutkan dalam suatu nash baik di Al-Quran dan As-Sunah dengan suatu
hukum yang disebutkan dalam nash karena ada kesamaan dalam alasannya. Hal ini
sesuai dengan (QS 59:2)
“maka
ambillah pelajaran wahai orang-orang yang mempunyai wawasan”.
"pelajara”
adalah qiyaslah keadaanmu dengan apa yang telah terjadi.
Proses
qiyas untuk suatu kasus yang akan dicari hukumnya adalah dengan mencari nash
hukum yang jelas untuk kasus tertentu, setelah itu para mujtahid akan mencari
‘illat untuk kasus yang akaan dicari hukumnya. Jika ditemukan adanya ‘illat
maka mujtahid dapat menggunakan ketentuan hukum yang sama untuk kedua kasus
tersebut, sedangkan jika tiddak ditemukana ‘illat nya maka akan dicari ke hukum
pokok (ashl).
Qiyas
dapat dianggap sebagai sumber hukum, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Sepanjang mengacu dan tidak
bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunah, qiyas diperlukan karena nash-nash
dalam Al-Quran dan As-Sunah itu universal dan global. Sedangkan
kejadian-kejadian pada manusia itu terus berkembang terus. Oleh karena itu,
tidak mungkin nash-nash yang universal itu dijadikan sebagai satu-satunya
sumber hukum terhadap kejadian-kejadian yang berkembang mengikuti zaman.
2. Qiyas juga sesuai dengan logika yang
sehat. Misalnya, orang islam meminum minuman yang memabukkan. Sangatlah masuk
akal, bila ssetiap minuman atau makana memabukkan yang diqiyaskan dengan
minuman tersebut, menjadi haram hukumnya.
Argumentasi (kehujjahan) qiyas
Tidak perlu diragukan, bahwa argumentasi jumhue ulama
didasarkan pada prinsip berpikir logis, yaitu ayat Al-Quran dan As-Sunah.
Dari
pembahasan yang telah dipaparkan dan dijelaskan diatas maka, dapat disimpulkan
bahwa akuntansi syari’ah merupakan sistem akuntansi yang bersifat syari’ah,
artinya dalam aplikasinya akuntansi syari’ah selalu menitikberatkan pada
nilai-nilai mu’amalah dalam syari’at Islam, tetapi terus membenahi prinsip dan
kaidah akuntansi sesuai dengan Standard Akuntansi Keuangan (SAK) yang
berlaku. Disamping itu, akuntansi syari’ah mempertimbangkan apa yang
dilakukannya untuk kepentingan masyarakat banyak.
Akuntansi
syariah dapat diartikan sebagai proses akuntansi atas transaksi-transaksi yang
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Sehingga ketika
mempelajari akuntansi syariah dibutuhkan pemahaman yang baik, mengenai
akuntansi sekaligus tentang syariah islam. Ada 2 alasan utama mengapa akuntansi
syariah diperlukan, yaitu tuntutan untuk pelaksanaan syariah dan adanya
kebutuhan akibat pesatnya perkembangan transaksi syariah.
Demiianlah ulasan yang dapat kami
sampaikan moga bermanfaat, Amin……